Wednesday 3 August 2011

HYMNE OH PONDOKKU

Oo.. Pondokku
Tempat naung kita
Dari kecil sehingga dewasa
Rasa bathin damai dan sentosa
Dilindungi Allah Ta'ala
Oo.. Pondokku
Engkau berjasa
Pada ibuku Indonesia

Tiap pagi dan petang
Kita beramai sembahyang
Mengabdi pada Allah Ta'ala
Di dalam kalbu kita
Wahai pondok tempatku
Laksana ibu kandungku
Nan kasih serta sayang padaku
Oo.. Pondokku
I...bu...ku...

Monday 1 August 2011

MEMORY MASA LALU part 2

Awal Mula Mendalami Bahasa Arab

Hadza kitabun! Ma hadza?
Teriakan itu masih membekas di hatiku saat Ust. Ahmad Nasihin, wali kelasku saat kelas 1, mengajari kami untuk bisa berbahasa Arab. Seketika kami semua mengikuti apa yang diucapkannya dengan lantang. Bukan untuk memamerkan suara, akan tetapi agar setiap kata yang dilafalkan langsung menempel dalam ingatan. Metode ini juga diterapkan saat pemberian kosakata setelah shalat shubuh setiap harinya. Berkat metode ini, alhamdulillah aku dapat menghapal banyak kosakata yang kemudian memudahkanku dalam memahami setiap percakapan yang menggunakan bahasa Arab.

Ada lagi pendidikan yang cukup mengesankan saat aku masih menjadi santri aktif (walaupun sudah alumni, label santri tidak akan pernah lepas dari siapapun yang telah merasakan kehidupan santri). Shalat berjama'ah 5 waktu tidak sepenuhnya dilaksanakan di masjid kecuali untuk para mudabbir dan pengurus OPRH yang berasal dari kelas 5 dan 6. Bagi santri dari kelas 1 s/d kelas 4, shalat berjama'ah di masjid hanya diikuti pada shalat shubuh, ashar, dan maghrib. Sisanya diadakan di asrama masing-masing. Tujuannya adalah agar setiap orang dapat belajar menjadi imam dan mu'adzin. Biasanya pengurus asrama membuat jadwal imam di tiap-tiap kamar. Jadi, setiap orang akan mendapatkan giliran menjadi imam. Metode pendidikan ini sangat bermanfaat bagiku. Karenanya, aku sudah bisa menjadi imam saat liburan walaupun hanya dalam keluarga.

Berbicara soal masjid, aku punya sebuah pengalaman di Raudhah.Saat usiaku di Raudhah baru mencapai sebulan, masjid Jami' Raudhah mengalami renovasi setelah seorang hamba Allah menginfakkan hartanya untuk menyulap lantai masjid yang dulunya hanya semen menjadi keramik. Semua kegiatan di masjid pun dihentikan untuk sementara waktu. Termasuk shalat berjamaah dan hal itu berlangsung hampir sebulan lamanya. Wah! Kalau diingat-ingat jadi tersenyum sendiri. Sebulan kemudian, saat renovasi masjid telah dilaksanakan, kegiatan shalat berjama'ah pun kembali dilaksanakan. Subhanallah! Sungguh indah masjid ini. Ternyata bukan hanya lantainya yang direnovasi. Lampu-lampunya pun ikut direnovasi. Jadi, saat malam tiba, masjid jadi terlihat lebih terang dari yang sebelumnya.

to be continued....


Arwandi Harahap

MEMORI MASA LALU part 1

Mengapa Jadi Ke Pesantren?

Tahun 2005 kujejakkan kakiku di bumi pertiwi Ar-Raudhatul Hasanah. Aku tak mengerti apa yang membuatku bisa masuk kesini. Padahal aku baru sekali melihatnya. Hari-hari pertama yang ku lalui pun tidak mudah. Seminggu di pondok, aku langsung jatuh sakit. Ibuku yang tidak tega mendengar kondisiku langsung berencana membawaku pulang ke rumah. Namun, pesantren tidak mengizinkan hal itu terjadi. Alasannya cuma satu. Saat ini  pesantren sedang mengadakan Khutbatul Arsy. Saat itu aku bertanya-tanya dalam hati. Untuk apa sih Khutbatul Arsy dilaksanakan? Empat tahun berikutnya, saat aku duduk di kelas 4, aku baru menyadari akan pentingnya Khutbatul Arsy bagi santri/wati. Bukan hanya untuk anak baru, melainkan juga untuk anak lama. 

Begitu juga dengan makanan dan minuman. Sungguh aku tak menyangka kalau aku akan menjalani hidup sesedih ini. Lauk ikan yang sisiknya belum dibersihkan, tempe yang kadang terselip belatung, sampai ikan asin yang rasanya sungguh berbeda dengan yang kurasakan di rumah. Namun, disinilah letak pendidikan pesantren yang ku dapat beberapa tahun kemudian. Pesantren mengajarkan santri/watinya agar bisa merasakan penderitaan yang dialami oleh fakir miskin. Pesantren mendidik santri/watinya agar selalu mensyukuri apa yang di dapat. Alhamdulillah aku masih bisa makan dengan tenang. Bagaimana dengan mereka yang berada di pinggiran jalan sana?

Namun dibalik itu semua aku mendapatkan sebuah pendidikan yang langsung kualami saat pertama kali resmi menjadi santri. Aku ditempatkan di sebuah asrama yang terdiri atas 5 kamar. Aku sendiri sekamar dengan 15 orang yang berasal dari beragam daerah. Inilah pendidikan ukhuwah islamiyah yang juga merupakan salah satu panca jiwa pesantren. Sebuah pendidikan yang mungkin takkan pernah kudapatkan jika aku sekolah di luar pesantren.

to be continued...

Arwandi Harahap